Kamis, 19 Februari 2015
SEJARAH GUNUNG BROMO
Sejarah Gunung Bromo |
Legenda Bromo Tengger – Wisata Bromo. konon
pada jaman dahulu kala ketika kerajaan majapahit mengalami serangan dari
berbagai daerah penduduk pribumi kebingungan untuk mencari tempat tinggal
hingga pada akhirnya mereka terpisah menjadi 2 bagian yan pertama menuju ke
gunung Bromo, kedua menuju Bali. Ke 2 tempat ini sampai sekarang mempunyai 2
kesamaan yaitu sama – sama menganut kepercayaan beragama Hindu. Disebut suku
Tengger di kawasan Gunung Bromo, Nama Tengger berasal dari Legenda Roro
Anteng juga Joko Seger yang diyakini sebagai asal usul nama Tengger itu. “Teng”
akhiran nama Roro An-”teng” dan “ger” akhiran nama dari Joko Se-”ger” dan
Gunung Bromo sendiri dipercaya sebagai gunung suci. Mereka menyebutnya sebagai
Gunung Brahma. orang Jawa kemudian menyebutnya Gunung Bromo.
Di sebuah kisah tentang Sejarah
Gunung Bromo | Legenda Bromo Tengger beginilah asal – usul legenda
Gunung Bromo.
Di sebuah pertapaan, istri
seorang Brahmana / Pandhita baru saja melahirkan seorang putra dengan fisiknya
sangat bugar dengan tangisan yang sangat keras ketika lahir, karenanya bayi
tersebut diberi nama ” JOKO SEGER “.
Di tempat sekitar Gunung
Pananjakan, pada waktu itu ada seorang anak perempuan yang lahir dari titisan
dewa. Wajahnya cantik juga elok. Dia satu-satunya anak yang paling cantik di
tempat itu. Ketika dilahirkan, anak itu tidak layaknya bayi lahir. Ia diam,
tidak menangis sewaktu pertama kali menghirup udara. Bayi itu begitu tenang,
lahir tanpa menangis dari rahim ibunya. Maka oleh orang tuanya, bayi itu
dinamai Rara Anteng.
Dari hari ke hari tubuh
Rara Anteng tumbuh menjadi besar. Garis-garis kecantikan nampak jelas
diwajahnya. Termasyurlah Rara Anteng sampai ke berbagai tempat. Banyak putera
raja melamarnya. Namun pinangan itu ditolaknya, karena Rara Anteng sudah
terpikat hatinya kepada Joko Seger.
Suatu hari Rara Anteng
dipinang oleh seorang bajak yang terkenal sakti dan kuat. Bajak tersebut
terkenal sangat jahat. Rara Anteng terkenal halus perasaannya tidak berani
menolak begitu saja kepada pelamar yang sakti. Maka ia minta supaya dibuatkan
lautan di tengah-tengah gunung. Dengan permintaan yang aneh, dianggapnya
pelamar sakti itu tidak akan memenuhi permintaannya. Lautan yang diminta itu
harus dibuat dalam waktu satu malam, yaitu diawali saat matahari terbenam
hingga selesai ketika matahari terbit. Disanggupinya permintaan Rara Anteng
tersebut.
Pelamar sakti tadi memulai
mengerjakan lautan dengan alat sebuah tempurung (batok kelapa) sehingga
pekerjaan itu hampir selesai. Melihat kenyataan demikian, hati Rara Anteng
mulai gelisah. Bagaimana cara menggagalkan lautan yang sedang dikerjakan oleh
Bajak itu? Rara Anteng merenungi nasibnya, ia tidak bisa hidup bersuamikan
orang yang tidak ia cintai. Kemudian ia berusaha menenangkan dirinya. Tiba-tiba
timbul niat untuk menggagalkan pekerjaan Bajak itu.
Rara Anteng mulai menumbuk
padi di tengah malam. Pelan-pelan suara tumbukan dan gesekan alu membangunkan
ayam-ayam yang sedang tidur. Kokok ayam pun mulai bersahutan, seolah-olah fajar
telah tiba, tetapi penduduk belum mulai dengan kegiatan pagi.
Bajak mendengar ayam-ayam
berkokok, tetapi benang putih disebelah timur belum juga nampak. Berarti fajar
datang sebelum waktunya. Sesudah itu dia merenungi nasib sialnya. Rasa kesal dan
marah dicampur emosi, pada akhirnya Tempurung (Batok kelapa) yang dipakai
sebagai alat mengeruk pasir itu dilemparkannya dan jatuh tertelungkup di
samping Gunung Bromo dan berubah menjadi sebuah gunung yang sampai sekarang
dinamakan Gunung Batok.
Dengan kegagalan Bajak itu
membuat lautan di tengah-tengah Gunung Bromo, suka citalah hati Rara Anteng. Ia
melanjutkan hubungan dengan kekasihnya, Joko Seger. Kemudian hari, Rara Anteng
dan Joko Seger menikah sehingga menjadi pasangan suami istri yang bahagia, karena
keduanya saling mengasihi dan mencintai.
Pasangan Rara Anteng dan
Jaka Seger membangun pemukiman dan kemudian memerintah di kawasan Tengger
dengan sebutan Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger, maksudnya “Penguasa Tengger
Yang Budiman”. Nama Tengger diambil dari akhir suku kata nama Rara Anteng dan
Jaka Seger. Kata Tengger berarti juga Tenggering Budi Luhur atau pengenalan
moral tinggi, simbol perdamaian abadi.
Dari waktu ke waktu
masyarakat Tengger hidup makmur dan damai, namun sang penguasa tidaklah merasa
bahagia, karena setelah beberapa lama pasangan Rara Anteng dan Jaka Tengger
berumahtangga belum juga dikaruniai keturunan. Kemudian diputuskanlah untuk
naik ke puncak gunung Bromo untuk bersemedi dengan penuh kepercayaan kepada
Yang Maha Kuasa agar di karuniai keturunan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar